
Metrolacak.com, SIDRAP--Ambo Asse (47) warga jalan sekolah, kelurahan Empagae, kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidrap, mengaku heran karena ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana menguasai tanpa hak atau penyerobotan tanah.
Kasus tersebut bahkan sudah berlangsung sejak 5 tahun silam. Awalnya Ambo Asse menerima surat panggilan pada 2019, terkait laporan polisi nomor: LBP/157/IV/2019/SPKT/SSL/RES SIDRAP, tanggal 02 April 2019. Saat itu Ambo Asse dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi dalam dugaan perkara tindak pidana "Memakai surat palsu".
Namun, prosesnya kata Ambo Asse mandek, hingga pada 2022 Ambo Asse kembali dipanggil dengan status berbeda, yakni tersangka dalam kasus tindak pidana menguasai tanpa hak atau penyerobotan tanah.
Padahal kata Ambo Asse, tanah atau sawah yang saat ini digarapnya tersebut merupakan tanah warisan dari Keluarga besarnya bahkan ada surat pernyataan hibah dari almarhum Labidin yang merupakan kakek Ambo Asse kepada ayahnya Lateng. Almarhum Labidin merupakan keponakan Idanni, yang mana sawah tersebut atas namanya (Idanni).
“I Danni ini tidak punya anak, sehingga pewarisnya adalah Alamarhum Labidin, dan sewaktu beliu Labidin masih hidup, sawah tersebut dihibahkan kepada saya punya bapak Lateng, kami satu garis keturunan dari buyut saya yang membuka lahan yakni La Gempa,” ungkap Ambo Asse.
Atas dasar itulah dirinya menggarap sawah selas 1,4 hektar tersebut, karena itu Ambo Asse heran jika terlapor mengaku bahwa sawah tersebut merupakan sawah miliknya, sementara kata Ambo Asse, sejak kasus tersebut bergulir, dirinya belum pernah diperlihatkan apa yang menjadi alas hak dari pelapor.
“Adapun jika dasarnya putusan eksekusi dari Pengadilan Negeri Sidrap disitu dijelaskna bahwa, sawah tersebut dikembalikan ke I Danni, nah, sementara ahli waris yang diperkuat dengan putusan pengadilan agama adalah Labidin, dan Almarhum Labidin ini telah menghibahkan sawah tersebut kepada bapak saya Lateng,” ungkapnya.
“Jadi saya heran dituduh menyerobot. Sekarang begini, tunjukkan dulu itu alas hak pelapor atas sawah yang saat ini saya garap, kalau dia betul (pelapor) punya alas hak yang sah, saya siap bertanggung jawab, dipenjara atau apapun,” kata Ambo Asse, saat memberikan keterangan kepada wartawan di sebuah warkop, dikelurahan Majelling, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap, Sulsel, pada Kamis (29/05/2025).
“Dan hal itu sudah saya sampaikan ke penyidik pada waktu gelar perkara, tapi sampai hari ini alas hak pelapor tidak diperlihatkan kepada kami, jadi, saya menduga oknum penyidik ini mau menkkriminalisasi saya, karena saya heran kenapa bisa jadi tersangka penyerobotan tanah, sementara saya tidak tau atas dasar apa pelapor menuduh saya menyerobot,” tambahnya.
Jika alasan pelapor terkait Putusan PK nomor 143, kata Ambo Asse bahwa itu bukan objek sawah yang saat ini dia kelola, akan tetapi objek lain atas nama orang lain dimana inti dari isi dari putusan tersebut yakni membatalkan sertifikat objek sawah orang lain.
"Jadi, bukan sawah yang saat ini saya garap. Begitu juga dengan putusan Mahkamah Agung bahwa objeknya juga bukan objek sawah yang saya, tapi sawah orang lain, dan luasnya itu, berbeda," ungkapnya.
Karena itu, Ambo Asse berharap kepada pihak yang berwenang untuk tidak sewenang-wenang menetapkan orang sebagai tersangka, apalagi kasus tersebut berlangsung lama, hingga 5 tahun lamanya. Akibat menanggung status tersangka tersebut dirinya mengaku dirugikan karena telah menganggu mentalnya dan orang tuanya.
“Kami orang buta hukum, tapi kami punya perasaan, bertahun- tahun menjadi tersangka, bahkan karena kasus ini, bapak saya yang tidak tau apa-apa sampai lumpuh, karena kasus ini sudah mempengaruhi mental bapak saya,” katanya.
Kasat Reskrim Polres Sidrap AKP Setiawan Sunarto melalui penyidik pembantu AIPTU Ibrahim membenarkan bahwa kasus tersebut prosesnya cukup lama, dan sebelumnya terlapor juga telah menjalani hukuman pidana pada tahun 2017, dalam kasus yang sama yakni penyerobotan dengan vonis 2 bulan.
Dan pada 2025 pelapor melaporkan kembali kasus yang sama sehingga pihaknya memproses kasus tersebut.
"Kita proses-kita proses begitu, ternyata Jaksanya menganggap perbuatannya masuk lagi, jadi P21," ujarnya.
Tentang alasan pelapor melapor adalah adanya putusan Mahkamah Agung (MA) dan berita acara eksekusi. Dan terlapor sebelumnya juga telah divonis dalam kasus yang sama.
"Kan kemarin sudah vonis dan terbukti perbuatannya, dan itu lagi kasusnya," ucapnya saat dikonfirmasi dikantornya, Senin (02/05/2025).
Terkait kasus itu, dirinya juga telah dilaporkan ke Polda, dan juga telah menjalani pemeriksaan.
Soal ahli Waris, Ibrahim mengatakan bahwa hal itu bukan merupakan ranahnya. Dan terkait hal itu kata dia seharusnya terlapor melakukan gugatan perdata terkait ahli waris.
"Terkait pembagian harta warisan, kita tidak keranah itu, karena itu ranah perdata," katanya.
Kasus tersebut kini sudah P21 dan berproses menuju ke tahap 2. Jaksa menilai bahwa kasus tersebut memenuhi syarat formil dan materil.
"Sempat kembali berkas dan ada petunjuknya periksa kembali ahli perdata dan pidana dan kepala desanya apa, jadi saya periksa kembali dan ternyata Jaksanya P21," pungkasnya.