FAKTANEWS.ONLINE,BARRU, -- Kasus pencaplokan tanah yang masuk Garis Sempadan Jalan (GSJ) di Kabupaten Barru akhirnya mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten, termasuk menyita perhatian Polda Sulawesi Selatan.


Kemarin, Tim Kriminal Khusus (Krimsus) yang dipimpin Kanit Subdit Krimsus Kompol Anita Taherong,SH turun langsung ke lokasi sengketa GSJ, tepatnya di Lingkugan Maruala, Kelurahan Lompo Riaja, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru. 


Hal itupun mendapatkan apresiasi dari masyarakat setempat atas respon cepat pihak Kepolisian terutama Krimsus Polda Sulsel.


Ucapan terimakasih tersebut di kemukakan Kepala Kelurahan Lompo Riaja, Abdul Salam, S.Sos dan masyarakat setempat.


"Alhamdulillah, terimakasih banyak tim Polda Sulsel sudah merespon dan telah menindak lanjuti laporan masyarakat,"ungkap Abdul Salam, Kamis (3/11/2022).


Hal senada juga dikemukakan Jamaluddin, salah satu tokoh masyarakat setempat mengapresiasi Krimsus Polda Sulsel yang menindak lanjuti laporan masyarakat terkait oknum warga yang mencaplok tanah negara yang masuk GSJ tersebut.


"Kami berterima kasih dan memberi harapan besar Polda Sulsel menindaklanjuti laporan kami. Dan insya Allah kami akan kawal terus masalah ini dan selalu pertanyakan update kelanjutan penanganannyq," lontar Jamaluddin.


Diketahui bersama, kasus oknum warga setempat mencaplok dan memanfaatkan Garis Sempadan Jalan yang jelas-jelas sudah diatur dalam payung hukum bahwa masyarakat tidak diperbolehkan mendirikan bangunan diatasnya area GSJ atau 15 meter dari tepi badan jalan umum.


Hal itu sudah diatur jarak antara rumah atau bangunan dengan badan jalanan.


Jarak garis tersebut sudah diatur oleh pemerintah daerah, dan harus diikuti dan dipatuhi setiap warga masyarakat agar tak mendapatkan sanksi.


Penting sekali aturan GSJ ini diberlakukan karena fungsinya yang bermanfaat untuk menjaga keberadaan jalur seperti instalasi listrik, air, gas, serta saluran-saluran pembuangan yang berada di depan rumah.


Hal itupun sudah diatur dalam 

Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002.  


Perlu masyarakat tahu bahwa aturan ini disebutkan bahwa sebuah bangunan harus memiliki persyaratan berupa jarak bebas bangunan hingga 15 meter terhitung dari tepi bahu jalan.


Ini termasuk Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan juga garis sempadan jalan. GSB merupakan garis yang membatasi jarak bebas minimum berdasarkan bidang terluar.


Terkait hal itu, jika masyarakat kedapatan melanggar aturan tersebut maka sanksinya Pemerintah dalam hal ini Tim Satgas penegak Perda akan bertindak tegas akan membongkar bangunan dalam bentuk apapun jika aturan ini dilanggar dengan sengaja.


Seperti kasus yang terjadi di Kabupaten Barru jika ada 

masyarakat berencana melakukan penimbunan tanah lalu mendirikan bangunan diatasnya.


Diketahui sebelumnya, persoalan ini mencuat bahwa adanya penjualan sawah yang dibeli oleh seseorang berinisial (M) dengan luas 31 are saat ini sudah melakukan penimbunan.


Hak itupun menimbulkan reaksi sorotan masyarakat, jika warga yang hendak mendirikan bangunan atau menimbun tanah diatas garis sempadan jalan itu seharusnya hal itu Wajib dilaporkan kepihak pemerintah setempat.


Namun hal itu tidak digubris dan tanah GSJ tersebut tetap ditimbuni dan direncanakan akan mendirikan bangunan diatasnya.


Sekedar diketahui, pelanggaran GSJ sudah diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, juga sudah dipayungi dasar hukum dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

yang tertera di Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 06/PRT/M/2007.


Ini mengatur tentang prosedur rencana lingkungan dan bangunan secara umum. Selain itupula, batas sempadan bangunan merupakan aturan yang harus dikeluarkan oleh pemimpin daerah.


Dengan adanya payung hukum ini tentunya masyarakat tidak bisa membangun sembarangan.


Selain menaati aturan, warga juga perlu pahami sanksi berat menanti seperti pembongkaran bangunan diatas GSJ. (*)